Penulis : Bambang Brodjonegoro (Urban and Regional Institute,13 September 2000)
Komentar : Iwan Mulyawan, M.Sc
Dalam tulisannya yang berjudul “Implikasi Desentralisasi Ekonomi Terhadap Manajemen Perkotaan“ mengulas tentang pemberian wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan dari pihak manapun kaitannya dengan manajemen perkotaannya.
Di bagian awal tulisannya penulis menjabarkan tentang landasan hukum dari pelaksanaan desentralisasi itu sendiri yakni berdasar kepada Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2000 yang mempunyai pengaruh besar pada pelaksanaan di tingkat pemerintah daerah. Undang-undang No. 22 / 1999 pasal 11 ayat 2 ( pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja), Undang-undang No. 18/97 tentang pajak dan retribusi daerah demikian juga dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Dari uraian penulis tentang landasan pelaksanaan otonomi daerah tersebut diatas dapat dilihat bahwa penulis terlihat sangat berhati-hati dalam mengutarakan segala argumennya karena hal ini berhubungan secara langsung dengan politik baik secara umum dengan pemerintah pusat maupun dalam skala cakupan yang khusus yakni pemerintah daerah itu sendiri.
Pada kesempatan lainnya penulis memaparkan sisi positif dan negatifnya dari pelaksanaan desntralisasi itu sendiri yakni :
1.Segi positifnya terjadi di daerah perkotaan, sebagai contoh di DPRD akan mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam bentuk pengawasan pemerintahan yang lebih efektif dan ketat dan kota akan mempunyai kesempatan menambah jenis pajak dan retribusi baru yang dianggap potensial serta berbiaya pungut rendah. Di luar itu, pemerintah kota relatif masih tergantung pada hubungan keuangan dengan pusat melalui bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dan dana alokasi umum. Adanya rencana untuk membagi 20% penerimaan PPh pribadi untuk daerah bersangkutan juga merupakan alternatif sumber penerimaan yang potensial.
2.Sisi negatifnya adalah DPRD cenderung menciptakan ketidakstabilan pemerintahan atau DPRD sendiri berkolusi dengan pihak pemda. Sisi lainnhya adalaha adanya egoisme daerah berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan muncul, terutama antara kota dan kabupaten yang bertetangga dan praktis terikat satu sama lain secara historis (misalnya Tangerang, Bekasi, Bogor, Bandung, dll.). Egoisme akan muncul dalam upaya menghalangi mobilitas penduduk atau barang antar daerah atau juga dalam bentuk perebutan sumber potensial penerimaan daerah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Kewenangan perizinan penanaman modal kepala daerah, menyebabkan persaingan yang ketat antar daerah atau antarkota dalam menarik investasi domestik dan asing masuk ke daerahnya. Investasi yang sudah ada pun belum tentu tetap berada di suatu daerah apabila ada tawaran insentif yang lebih menarik dari daerah atau kota lain. Perpindahan penduduk dengan pola migrasi baru sebagai akibat desentralisasi ekonomi dengan kecenderungan migrasi masuk ke daerah atau kota yang dianggap dapat menciptakan aktivitas ekonomi yang tinggi. Dengan demikian maka dapat diperkirakan bahwa urbanisasi akan tetap tinggi, khususnya dalam jangka pendek.
Selain meninjau dari kedua segi tadi, penulis memberikan sebuah alternatif berupa jalan keluar yakni pada sosok walikota yang merupakan pilihan dari bawah atau dari masyarakat melalui DPRD, dan tidak lagi merupakan dropping dari pusat, sehingga pada era desentralisasi Walikota bukan lagi berjiwa birokrat, tetapi sudah berjiwa manajer profesional.
Adapun antisipasi yang diberikan oleh penulis berkaitan dengan manajemen perkotaan berupa kebijan – kebijakan sebagai berikut :
1.Mencegah kolusi antara pihak eksekutif dan legislatif
2."Money politik" dalam proses pemilihan walikota harus dicegah agar dapat dihasilkan pemilihan yang jujur.
3.Penambahan pajak dan retribusi baru.
4.Upaya perbaikan pelayanan publik tidak harus disertai dengan upaya penggalian sumber penerimaan baru.
5.Transparansi dan akuntabilitas yang menyertai proses desentralisasi ini berimplikasi tanggung jawab pemda terhadap masyarakat yang semakin besar.
6.Mengantisipasi egoisme daerah.
7.Membentuk suatu unit statistik untuk daerah metropolitan yang sifatnya lintas wilayah administratif.
8.Kebijakan berdasarkan unit metropolitan.
9.Investasi harus menjadi satu prioritas pemerintah kota.
10.Upaya meningkatkan penerimaan pemerintah kota tidak harus terfokus pada PAD.
11.Pemerintah kota lebih berkonsentrasi pada manajemen aktivitas perkotaan, sekaligus melibatkan daerah-daerah penyangga kota yang termasuk wilayah administratif lain.
12.Kota - kota besar yang ada tidak harus merasa terancam dengan rencana pengembangan kota-kota baru yang bersifat "supply-driven" di kabupaten terdekat.
13.Disarankan, tidak semua daerah perkotaan menjadi kota otonom, karena menjadi suatu unit otonom yang hanya bergantung pada transfer dana dari pusat atau propinsi hanya akan menjadi beban perekonomian makro.
14.Setiap kota harus mempunyai unit analisa ekonomi daerah yang dapat mengidentifikasi dampak dari setiap aktivitas ekonomi terhadap perekonomian kota berikut alokasi dampak sektoral, penciptaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat
15.Pembentukan propinsi baru yang dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan kota yang cepat dirasa masih belum diperlukan. Penekanan diberikan pada kerja sama antar daerah yang saling menguntungkan
Dari ringkasan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada khususnya penulis sudah memaparkan secara baik mengenai permasalahan – permasalahan yang muncul ( sisi negatif ) dan sisi positifnya dari pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri. Kedetailan dan luasnya pengetahuan tentang konsep desentralisasi penulis menjadi alasan utama mengapa penulis begitu paham akan pengaruh dari penerapan otonomi daerah terhadap manajemen perkotaan itu sendiri. Namun ada satu hal yang tidak terlihat dalam tulisan ini adalah penulis tidak terlalu menjelaskan secatra gamblang tentang kebijaksanaan yang akan diambil dan masalah-masalah apa saja yang akan timbul jika kebijaksanaan tersebut diambil. Penulis tidak terlalu mengindahkan apabila dilaksanakan suatu sistem maka akan berdampak pada terganggunya sistem lain. Otonomi daerah yang baru – baru ini dilaksanakan di Indonesia telah menimbulkan berbagai macam masalah yang multidimensional dan harus segera mencari solusinya agar program desentralisasi ini dapat dilanjutkan atau kembali ke sistem sentralisasi lagi.
Berbagi informasi tentang Wilayah dalam khasanah ilmu Geografi PPW...
shine on
Selamat Datang
Wilujeng Sumping, Sugeng Rawuh, Welcome......
Mengenai Saya
- Iwan Mulyawan, M.Sc
- Kuningan, Jawa barat, Indonesia
- Iwan Mulyawan, M.Sc jebolan Konsentrasi Perencanaan Pembangunan Wilayah Prodi Geografi Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Sekarang bekerja di Badan Perencanaan Pembangunan Wilayah... Suka berdiskusi tentang isue-isue wilayah yang aktual demi pengembangan keilmuan dalam wacana kewilayahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar